Sabtu, 07 Juli 2012

Pola Hidup Dalam Menuntut Ilmu

Mendaki tanjakan ilmu dan makrifat memiliki banyak tantangan. Tantangan terbesar adalah keharusan untuk ikhlas dalam menuntut ilmu dan makrifat. Untuk itu kerahkanlah seluruh kekuatan lahir dan bathin untuk mencapai keikhlasan dalam menuntut ilmu. Sekali lagi dalam menutut ilmu hendaknya ditujukan beramal dan bukan hanya untuk dijadikan perhatian.
Harus diketahui bahwa bahaya dalam menempuh tingkatan ilmu adalah besar. Siapa yang menuntut ilmu hanya untuk mengambil perhatian orang kepadanya, atau untuk dapat bergaul dengan orang-orang besar, atau ingin lebih tinggi dari lawan, atau untuk mengejar kekayaan, maka perjalanan keniagaannya akan hancur, yakni ilmunya itu tidak bermanfaat dan perhitungan jual belinya akan rugi. Karena dunia jika dibandingkan dengan pahala akhirat tidak berharga apa-apa. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Siapa-siapa yang menuntut ilmu dengan maksud untuk bersaing dengan para ulama atau untuk mujadalah dengan orang-orang jahil atau untuk mengambil perhatian orang kepadanya, ia akan masuk neraka.” Dalam sebuah riwayat Rasulullah bersabda, “Pada malam mi’raj telah diperhatikan kepadaku neraka, aku dapati bahwa isinya yang terbanyak ialah orang-orang yang fakir.” Para sahabat berkata, “Apakah mereka fakir harta?” Sahut Rasulullah, “Bukan! Tapi mereka fakir karena tiada ilmu.”

Sebagai kesimpulan ialah jika engkau benar-benar memikirkan tentang dalil-dalil perbuatan Allah, engkau akan yakin bahwa kita mempunyai Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Hidup, Berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat dan Berfirman. Dengan firman-Nya yang qodim yang tidak ada awalnya dan tidak ada akhirnya, Maha suci dari segala kekurangan dan kecelakaan, tidak bersifat dengan sifat yang baru, dan tiada harus bagi-Nya apa-apa yang diharuskan bagi makhluk, tiada menyerupai sesuatu dari makhluk-Nya apa-apa yang diharuskan bagi makhluk, tiada menyerupai sesuatu dari makhluk-Nya, tidak ada sesuatu yang menyamai kepada-Nya dan tidak diliputi oleh tempat serta jihad dan tidak kena cacat.

Barang siapa tidak mau belajar, tentu ia tidak dapat meyakinkan dan menetapkan hukum-hukum ibadah, tidak akan dapat melaksanakan hak / syarat-syarat sebagaimana mestinya. Jika sekiranya ada orang mengerjakan ibadah, seperti ibadahnya malaikat tujuh lapis di langit tapi tanpa ilmu, orang itu termasuk golongan yang rugi, karena hasilnya hanyalah lelah dan pahalanya nihil. Oleh karena itu bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dengan jalan meneliti, mengikuti dan mempelajarinya. Dan jauhilah kemalasan dan kebosanan dalam menuntut ilmu, karena jika tidak demikian engkau akan berada dalam bahaya kesesatan.
Dan tatkala diketahui bahwa mukjizat Rasulullah dan ayat-ayat Allah serta tanda-tanda kenabiannya, tentu yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah dan percaya atas Wahyu-Nya. Tentu pula akan terlihat dengan jelas bahwa apa-apa yang di iktikadkan oleh ulama salaf yang saleh bahwa kaum Mukmin akan dapat melihat Allah di akhirat, dan bahwa Allah ada, dan adanya tiada pada jihad yang dibatasi. Dan tentu engkau ketahui pula bahwa Al-Qur’an itu adalah firman Allah yang Qodim dan bukan makhluk yaitu bukan huruf yang berpisah-pisah dan bukan suara. Karena jika demikian termasuk sebagian dari jumlah makhluk.
Ketahuilah bahwa tidak akan terjadi lintasan kekhawatiran dan lirikan mata, baik di alam sebelah bawah maupun di alam sebelah atas, kecuali dengan ketetapan dari Allah, takdir-Nya maupun kehendak-Nya. Dan dari Allah juga apa-apa yang baik dan yang buruk, yang manfaat dan yang mudarat, yang iman dan kekufuran. Dan karena ketentuan, karunia dan keadilan Allah juga orang mendapat ganjaran dan siksaan.
Berdasarkan keyakinan ini, maka dapat diketahui pula bahwa apa-apa yang disebut oleh Rasulullah SAW mengenai urusan akhirat, seperti mahsyar, bangkit dari kubur, siksa kubur, soal Mungkar-Nangkir, Mizan dan Sirath, adalah sebuah kebenaran yang nyata. Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan mengada-ngada dalam agama dan menurutkan hawa nafsu tanpa petunjuk.
Sekali lagi, jika seseorang disertai ilmunya dan terus giat memakmurkan akhirat, maka ia telah menjadi seorang hamba Allah yang alim dan beramal karena Allah diatas kesadaran, tidak jahil dan tidak zalim, maka baginya kemuliaan yang sangat besar. Allah jugalah yang diharapkan untuk memberi petunjuk dengan sebaik-baiknya taufiq. Dialah Tuhan Yang Maha Penyayang. La Haula La Quwwata Illa Billahil’Aliyyil’Azhim.

Keutamaan Ilmu

Semua dimensi kehidupan berjalan sesungguhnya demi ilmu dan ibadah. Ibadah tanpa ilmu adalah percuma, karena ilmu adalah poros kehidupan, segala sesuatu berputar di sekitarnya. Demi mengamalkan ilmu itulah ibadah, maka dikatakan bahwa ilmu dan ibadah itu adalah dua permata. Demikian pula dengan apa yang termaktub dalam kitab suci yang diturunkan Allah SWT dan semua ajaran para Rasul yang diutus-Nya adalah demi kepentingan ilmu dan ibadah. Bahkan penciptaan langit, bumi, dan seisinya juga dilakukan demi tujuan ilmu dan ibadah.
Allah berfirman, “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu,”(QS. Ath-Thalaq [65] : 12).
Melalui tafakur tentang langit dan bumi, kita berharap akan memperoleh ilmu itu. Dengan ayat ini sebagai dalil, sudah cukup bagi kita untuk mengetahui bahwa ilmu itu memang mulia.
Semangkin jelaslah bahwa ilmu adalah permata, kedudukannya lebih mulia daripada ibadah. Hanya saja harus tetap diperhatikan bahwa ibadah pun tidak boleh dilupakan, harus dikerjakan berdasarkan ilmu. Jika seseorang beribadah tanpa dasar ilmu, maka ibadahnya itu bagaikan debu yang berhamburan di tiup angin. Dalam hal ini Imam Hasan Al-Basri pernah berkata, “Tuntutlah ilmu, tapi tidak melupakan ibadah, dan kerjakanlah ibadah, tapi tidak boleh lupa pada ilmu. “Atau lebih tegas lagi seperti dinyatakan Rasulullah SAW sendiri, “Ilmu itu imamnya amal, sedangkan amal adalah makmumnya.”

Menurut Syaiful M. Maghsri wajib hukumnya bagi tiap-tiap hamba untuk menyatakan bahwa hidup itu pada hakikatnya adalah perjalanan untuk mencari ilmu dan melaksanakan ibadah. Maka oleh Syaiful kedua hal ini dijadikan agenda pokok kehidupannya, Insya Allah kesuksesan baik di dunia maupun di akherat akan segera diraih oleh Syaiful sebagai penempuh ilmu dan ibadah. Dalam hal ini Nabi bersabda, “Kelebihan orang yang berilmu atas orang yang ibadah seperti kelebihan atas orang yang terendah dari umatku,” (HR. Tarmidzi). Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW juga bersabda, “Aku lebih suka melihat kepada wajah orang yang berilmu walau hanya dengan satu tatapan dari pada beribadah satu tahun penuh, puasa siangnya penuh, shalat malam harinya.” Perhatikan pula sabdanya yang lain. “Inginkah kamu sekalian tahu yang paling mulia diantara penghuni surga?” lalu para sahabat menjawab,”Kami amat ingin mengetahuinya ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah Saw, bersabda, “Mereka adalah para alim ulama, ahli ilmu, dan umatku.”

Alasan utama mengapa ilmu harus didahulukan dari ibadah adalah demi keberhasilan dan kesahihan ibadah itu sendiri. Untuk itu wajib bagi Syaiful M. Maghsri yang sedang menempuh jalan spiritual untuk mengenal dahulu siapa yang harus disembah, setelah itu baru dilakukan penyembahan kepada-Nya. Orang yang berilmu tidak akan mudah tertipu setan, tetapi sebaliknya orang tidak berilmu amat mudah tertipu setan. Jelas kiranya bahwa Syaiful M. Maghsri atau siapa pun hamba Allah perlu memiliki ilmu untuk melakukan ibadah. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, “Diberikan ilmu itu oleh Allah kepada orang-orang yang bahagia dan tidak diberikan kepada orang-orang yang celaka,” (HR. Abu Nu’aim).
Dalam hal ini orang yang pikirannya sederhana adalah lebih selamat. Sederhana, tidak berpikir secara mendalam, meskipun bisa dikatakan kurang ilmunya, tetapi ia lebih selamat dari pada orang yang berlagak mempunyai ilmu, tetapi dasar i’tikadnya tidak benar. Orang yang sederhana itu secara garis besar adalah mereka yang beriman kepada Allah, kepada Rasulullah, kepada Akhirat. Untuk itu dalam menuntut ilmu, jika tidak memiliki kesempatan untuk memperdalamnya, maka paling tidak harus dipertahankan sisi garis besar keimanan akan hal-hal pokok. Tananamkan dalam sanubari bahwa, “Saya beriman kepada Allah SWT, berserah diri kepada Allah dan beriman kepada akhirat. Jadikanlah itu sebagai bekal menjalankan ibadah, mencari rezeki yang halal dan mencari pengetahuan yang berguna bagi masyarakat. Sikap sederhana seperti ini saja sudah cukup dan Insya Allah akan menjamin keselamatan hidup kita di dunia dan di akherat.
Pada suatu ketika, Rasulullah pernah memperingatkan orang-orang yang sedang berdebat tentang takdir. Melihat kejadian itu Rasulullah lalu bersabda, “Sesatnya orang-orang terdahulu itu, karena suka berdebat antara lain tentang qodo dan qodar.” Kemudian beliau melanjutkan sabdanya, “Orang-orang yang asalnya benar, tapi kemudian sesat, itu dimulai karena suka berbantah-bantah. Dan berbantah-bantahan itu kadang-kadang memperebutkan hal-hal yang tidak ada gunanya. Ingatlah bahwa sebagian besar dari penghuni surga itu adalah orang-orang yang pikirannya sederhana saja.”
Dalam kehidupan ini yang namanya perdebatan dan memperdalam ilmu tidak dilarang dan bukanlah sesuatu yang tidak bermanfaat. Akan tetapi hal tersebut tidak perlu dibesar-besarkan dan diributkan. Bagi kalangan awam cukup dengan mempercayai apa yang sudah tertulis dalam Al-Qur’an dan as-sunah. Semua ini untuk menghindari dari hal-hal yang tidak baik, karena memperdebatkan sesuatu makna yang dilakukan oleh bukan ahlinya hanya akan mendatangkan mudarat dan membuka pintu bahaya besar berupa kekeliruan i’tikad bahkan bisa menjadi bit’ah.
Faktor lain yang menyebabkan bahaya ibadah tanpa ilmu adalah lemahnya iman, terlebih jika pada saat yang bersamaan, orang yang lemah imannya terkena penyakit hubbud-dunya. Jika sudah benar-benar dikuasai oleh hubbud-dunya, maka tak ada lagi tempat untuk cinta kepada Allah SWT. Inilah hati orang-orang yang digambarkan Allah sebagai orang yang “hatinya sudah dicap, jadi mereka tidak bisa mengerti,” (QS. At-Taubah [9] : 89). Hatinya sudah dipenuhi kotoran dosa yang tidak bisa dibersihkan lagi. Maka bagi orang seperti ini yang ada dipikirannya hanyalah dunia, dunia dan dunia sampai dengan ajal menjelang. Na’udhubillah min dzalik!

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes